Apa bedanya ikan yang hidup di arus
yang deras dengan ikan yang hidup di kolam yang airnya tenang. Ikan
yang hidup di arus deras lebih tangguh dan kuat karena terbiasa
menghadapi berbagai tekanan arus. Apalagi, jika kita bicara ikan-ikan di
laut. Gambaran berbagai rintangan yang harus dihadapi oleh ikan-ikan
laut seperti tergambar dalam film “Nemo”
memberikan kita pandangan betapa makhluk-makhluk di dalam laut
mempunyai banyak tekanan dan ancaman yang membuat mereka masing-masing
harus mempertahankan diri dengan baik jika ingin terus selamat.
Hampir semua makhluk hidup
mempunyai mekanisme pertahanan diri yang berbeda antara satu dengan yang
lain. Seekor ular mempunyai bisa yang digunakan untuk mempertahankan
diri jika ada ancaman dari pihak luar. Seekor kuda mempunyai empat kaki
yang tangguh yang bisa digunakan untuk mempertahankan diri dari berbagai
ancaman baik dari depan maupun belakang.
Namun demikian, walaupun secara
naluriah seekor binatang mempunyai mekanisme pertahanan dan kekuatan
yang mampu digunakan dengan sebaik-baiknya, jika kekuatan itu tidak
digunakan, maka kekuatan itu tidak akan bisa keluar. Sama dengan potensi
manusia, jika tidak digunakan dengan baik, maka potensi itu juga tidak
bisa keluar.
Ada sebuah buku yang menarik
sekali yang bercerita tentang seekor gajah yang sedari kecil diikat
dengan seutas tali kecil. Sang gajah memberontak, tetapi karena dia
kecil, maka tali tersebut kuat menahan berat tubuhnya yang kecil. Lambat
laun, gajah itu terus membesar. Tali yang melilit di lehernya tetaplah
tali kecil yang dulu digunakan. Gajah itu sebenarnya sekarang memiliki
kekuatan yang besar untuk keluar dari ikatannya. Tetapi karena ia
terbiasa diikat sejak kecil dan saat ia mencoba keluar dari ikatan tidak
mampu, maka hingga besarpun ia masih merasa bahwa ikatan itu terlalu
kuat yang membuatnya tidak mau mengeluarkan kekuatan yang dimilikinya.
Itu terjadi karena gajah tersebut
tidak pernah mempunyai tantangan berat karena setiap hari selalu
dimanjakan dengan makanan dan minuman yang telah disiapkan oleh
pelatihnya. Akibatnya, kemampuan yang dimilikinya tidak pernah bisa
dimanfaatkan secara maksimal. Lebih celaka lagi, ia terjebak pada
pengalaman masa lalu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan besar untuk
keluar dari berbagai tekanan.
Sama dengan manusia, jika
seseorang tidak pernah mengalami berbagai kesulitan dan tekanan hidup,
ia tidak akan pernah belajar untuk mengembangkan diri dan bertahan
dengan baik. Tekanan hidup mengajarkan kita untuk bisa mengeluarkan
semua potensi yang kita miliki dengan maksimal.
Bahkan, terkadang manusia mesti
dijebloskan terlebih dahulu dalam sebuah tekanan yang besar, bahkan
mesti dijatuhkan pada kondisi yang paling terpuruk sekalian.
Keterpurukan yang mendalam biasanya menimbulkan energi yang luar biasa
untuk bangkit.
Seperti orang yang sedang dikejar
anjing, ia akan mampu mengeluarkan energi yang luar biasa untuk lari
sekencang-kencangnya agar bisa menghindari kejaran anjing tersebut.
Bahkan, mungkin ia akan melompati pagar tinggi yang dalam kondisi biasa
akan sulit untuk bisa dilakukan.
Itulah yang terjadi pada sepasang
suami istri Didik dan Lusi Harijanto dari Surabaya. Beberapa tahun lalu,
Tuhan menguji mereka berdua dengan turunnya kondisi ekonomi mereka,
yang istilah mereka hingga dasar paling dalam. Mereka betul-betul berada
dalam kondisi terpuruk yang membuat mereka harus memutar otak bagaimana
mereka bisa keluar dari kondisi tersebut.
Bukan perkara mudah untuk bisa
keluar dari tekanan yang hebat. Apalagi, tekanan itu datang berurutan
membuat kita terkadang tidak siap dengan kondisi yang ada. Di sinilah
kita benar-benar diuji. Jika mampu keluar dari tekanan, biasanya akan
menjadi momentum perubahan yang luar biasa. Tetapi jika kita tidak mampu
untuk keluar dari tekanan, maka bisa membuat kita terpuruk jauh lebih
dalam.
Pada saat-saat seperti ini, yang
dibutuhkan justru bukan sekedar pemikiran normal. Dibutuhkan pemikiran
kreatif yang luar biasa agar seseorang mampu membuat berbagai terobosan
baru sebagai sarana bisa keluar dari keterpurukan ini.
Setelah melihat berbagai
alternatif yang bisa menjadi jalan keluar, akhirnya mereka berdua
sepakat untuk memulai bisnis baru di bidang fashion. Menariknya, yang
dipilih adalah baju-baju yang khusus menyasar segmen anak-anak muslim.
Pilihan ini tentu saja setelah melalui berbagai pertimbangan panjang, di
mana di segmen anak-anak muslim ini, terutama kaos masih belum banyak
ada di pasaran. Kaos-kaos hasil desain mereka kemudian mereka beri label
Raff Clothing.
Mulailah mereka mendesain
produk-produk yang khas anak-anak bernuansa Islam. Mulai dari pengenalan
huruf-huruf Arab, kata-kata yang bersifat Islamy, dan gambar-gambar
yang menyangkut berbagai hal tentang keislaman. Kaos ini didesain dengan
eksklusif dengan bahan-bahan yang berkualitas sehingga menarik
perhatian banyak kalangan, terutama kalangan menengah ke atas.
Usaha yang dimulai dari industri
kecil ini lambat laun terus berkembang pesat hingga sekarang. Area
distribusi yang dulunya hanya terbatas di Surabaya dan Provinsi Jawa
Timur sekarang ini sudah jauh berkembang ke seluruh Indonesia. Lambat
laun, pelan tapi pasti Raff Clothing telah menancapkan mereknya yang
cukup mendalam di bidang usaha kaos anak muslim di Indonesia.
Apa yang terjadi pada Didik dan
Lusi ini patut menjadi contoh bagaimana membuat tekanan dan keterpurukan
itu justru tidak menjadikan kita jatuh, tetapi hal tersebut malah
membuat kita tergerak untuk memaksimalkan seluruh potensi dan
kreativitas yang kita miliki secara maksimal.
Berbagai tekanan dan cobaan dalam
hidup tidak boleh menjadikan kita lemah sehingga kemudian menjadi pasrah
dengan keadaan. Jangan sampai kondisi sekarang membuat kita kehilangan
harapan dan kemudian berputus asa. Tetapi justru bagaimana membuat semua
keterpurukan dan tekanan itu sebagai sumber energi yang kuat untuk
segera membalikkan keadaan menuju hal yang lebih baik.
Salam Man Jadda Wajada,
AKBAR ZAINUDIN
Penulis Buku (Motivasi) Laris: “Man Jadda Wajada: The Art of Excellent Life”, Penerbit Gramedia, Cetakan II, Februari 2010.
Oleh: akbarzainudin | April 23, 2010
Yang Tua Yang Berkarya
Berkarya itu tidak mengenal usia. Dan kreativitas itu bahkan bisa semakin banyak seiring dengan pengalaman hidup yang semakin beragam. Usia karenanya bukanlah alasan untuk kita berhenti berbuat. Kata kawan saya; umur hanyalah bilangan angka, tetapi semangat tetaplah anak muda.
Ibu Sartje adalah contoh menarik bagaimana justru semakin bertambah umur bahkan semakin banyak kreativitas yang dikerjakan. Berbekal pengalaman menggeluti dunia makanan sejak puluhan lalu, Ibu Sartje setelah pensiun kemudian mendirikan bisnis waralaba QueMama. Bisnis waralaba ini kemudian dikembangkan oleh anaknya, Adswin.
Produk utama yang dijual adalah berbagai kue dengan berbagai rasa. Dengan kreativitasnya, kue-kue ini tidak sekedar kue biasa, tetapi kue dengan bermacam-macam rasa dan bentuk. Saya sudah mencoba beberapa rasa, dan gurihnya racikan mama emang terasa.
Apa yang ditawarkan QueMama? Tentu saja adalah bisnis waralaba yang bisa dipilih mulai dari gerobak, toko kue kecil, hingga kafe. Que Mama akan mengirimkan bahan-bahan mentah yang siap digoreng kepada mitra-mitra waralabanya, dan para mitra tinggal memesan dan menggoreng bahan-bahan yang bisa bertahan sekitar 3 hari hingga seminggu ini sesuai dengan permintaan pelanggan.
Yang menarik dari Ibu Sartje tentu saja adalah semangatnya yang luar biasa. Sejauh ini yang saya temukan para penggiat bisnis waralaba ini biasanya didominasi kaum muda dengan keberanian melakukan berbagai inovasi yang dimilikinya. Tetapi sosok Ibu Sartje yang berumur di atas 60 tahun ini mengingatkan saya, bahwa umur tidak boleh membuat semangat hidup kita menjadi lemah.
Sangat terpancar juga dari wajahnya bahwa Ibu Sartje melakukan semua ini dengan penuh cinta dan kesungguhan. Bagaimana ia masih ikut mengolah adonan kue, menggoreng pesanan pelanggan, membuat apa yang dihasilkan lebih dari sekedar makanan biasa. Serasa kalau kita memakan kue hasil gorengannya, ikut merasakan aura semangat yang luar biasa.
Bekerja memang mesti dilakukan dengan kesungguhan dan cinta. Dua hal inilah yang membuat hasil kerja kita tidak sekedar menjadi hasil karya yang biasa-biasa saja, tetapi memberikan nuansa berbeda. Karena bagaimanapun, konsumen kita adalah manusia yang juga bisa disentuh dari sisi perasaan mereka.
Dan sekali lagi, usia tidak boleh menghentikan kita. Memang secara fisik dengan bertambahnya umur maka kemampuan dan kekuatan berkurang. Tetapi sebaliknya, otak dan pengalaman kita mengalami perkembangan yang tidak berhenti. Karenanya, nikmat Tuhan berupa akal pikiran ini selayaknya terus kita gunakan dengan sebaik-baiknya, agar bisa terus berfungsi walau umur terus menggerogoti kita.
Salam Man Jadda Wajada
BAHAN BACAAN
Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 63-72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar